Kasus Harun Masiku, Pengamat Politik: Parpol Bisa Jadi Alat Proteksi Legal

JAKARTA, - Pimpinan KPK sempat berjanji akan mengejar empat tersangka tindak pidana korupsi, termasuk pelaku Harun Masiku jika pandemi Covid-19 mereda, namun sampai saat ini PR besar menangkap Harun Masiku pun belum dapat terlaksana.

Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia(Alpha), Azmi Syahputra mengatakan tidak terungkapnya dan tidak tuntasnya kasus Harun Masiku tampaknya lebih pada keinginan dan kesungguhan dari internal KPK.

Hal ini dikarenakan hampir memasuki 1000 hari , KPK  masih zonk untuk tangkap Harun Masiku,  bahkan KPK terkesan sama sekali belum mendapatkan info keberadaannya, padahal sudah menjadi DPO.

"Ini patut jadi pertanyaan besar kenapa kerja KPK  semakin tidak maksimal terkait urusan Tangkap Harun Masiku,"

Selain itu patut dipertanyakan apakah ada pihak yang memiliki pengaruh atau adakah kekuasaan yang melindungi? sebagaimana diketahui dari kualifikasi pelakunya.

Pasalnya dari tracking diketahui Harun Masiku adalah orang titipan siapa atau apakah ada  yang dikhawatirkan dari kasus Harun Masiku? Apakah ia akan membongkar keterkaitan orang orang tertentu kah? Termasuk  nyanyiannya apakah  bisa membuat"mematikan orang lain" ? Sehingga Harun Masiku seperti menjadi ancaman bagi pihak tertentu  jika ia tertangkap.

Mengingat sejak awal terkait keberadaannya dan pelariannya yang berbuntut panjang dan membuat pelik.Bahkan terjadi  simpang siurnya data perlintasan Harun Masiku pada tanggal 6 Januari  keluar Indo menuju Singapore dan 7 Januari 2020 masuk kembali ke Indonesia

"Jika memang benar dugaan adanya pihak lain yang sengaja  atau ada kekuatan politik besar yang melindungi akan berakibat Harun Masiku hanya bisa ketangkap bila ada pemilu baru dan penggantian pemegang kekuasaan di KPK," kata Azmi.

Dia menegaskan sepanjang tidak ada penggantian kekuasan akan sulit atau tidak akan tertangkap Harun Masiku, karena ada kaitan rangkaian kasus ini  untuk dapat  mempertahankan kekuasaan dari orang atau kelompok tertentu tersebut. Apalagi mengingat dalam  tindak pidana korupsi biasanya dimana ada pelaku utama disitu ada pelaku pembantu.

"Jadi bagi siapapun yang terlibat dalam korupsi Masiku jangan merasa aman, karena sewaktu-waktu orang tersebut dapat terjerat atas perbuatannya dan dimintai pertanggungjawaban hukum, sebab perkara pelaku yang turut serta atau pembantu kejahatan termasuk dalam yurisdiksi yang sama dengan pelaku utamanya," kata dia.

Sudah diketahui secara umum kasus Harun Masiku terjadi pidananya yaitu melalui partai politik, mengingat keberadaan  Parpol adalah sebagai institusi sentral dalam negara yang diberikan hak eksklusif untuk mengakses kekuasaan, sekaligus bisa menjadi alat proteksi legal sehingga keadaan dan hal ini dapat dijadikan alat guna mendominasi dalam kasus  Harun Masiku.

Karenanya dari pintu masuk peristiwa kejadian ini terlihat keterkaitan hubungan kausalitas yang membuat sikap Pimpinan KPK dalam kasus ini cendrung mengambil langkah dan kebijakan yang kompromistis dan cendrung kurang maksimal pada kasus ini, yang pada kenyataannya membuat Harun Masiku tidak tertangkap sampai hari ini, disebabkan diduga pimpinan KPK  lebih memilih pada 'ranah kepentingan'  yang semestinya harus memilih bergegas pada kewajiban,tanggung jawabnya dan prioritas KPK untuk menuntaskan PRnya.

Oleh karena itu, Azmi mengatakan dari kasus Harun Masiku yang belum tertangkap menjelang 1000 hari, dapat dimaknai pimpinan KPK abai terhadap amanah kepentingan masyarakat dan perintah Undang undang KPK.

"Disini perlu kejujuran KPK,  kenapa   KPK kesulitan untuk bersikap maksimal terkesan jalan ditempat, dan sikap  KPK  ini  juga semakin menunjukkan kualitas penegakan hukum serta potret pelaku praktik korupsi semakin kasat mata tanpa pertanggungjawaban hukum segera bagi pelakunya, patut dipertanyakan apakah KPK tersandera dalam kasus ini karena ada dominasi pihak lain yang ikut campur dalam kekuasaan KPK," pungkasnya.



sumber: www.jitunews.com