Tidak Bisa Kerja Sama dengan Demokrat dan PKS, Politikus PDIP Beri Penjelasan

JAKARTA, - Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, menjelaskan alasan PDIP tidak mau kerja sama dengan Partai Demokrat dan PKS di 2024. Hasto mengatakan bahwa PDIP menghormati posisi PKS dan Demokrat di luar pemerintahan.

"PDI Perjuangan menghormati posisi PKS dan Demokrat yang berada di luar pemerintahan. Di dalam pidato Rakernas PKS, kita bisa melihat kritik yang diberikan pada Pak Jokowi dan itu sesuai dengan ruang lingkup PKS yang memberikan kritik kepada pemerintah sebagai check and balances dalam demokrasi. Kurang elok dengan berbagai perbedaan ideologi, kami tidak mengambil sikap politik atas kerja sama dengan PKS," kata Hasto di Jakarta Convention Center, Sabtu (25/6).

Hasto menyinggung soal PKS yang memberikan kritik pada Presiden Joko Widodo. Sedangkan PDIP mendukung Jokowi, sehingga tidak mungkin partainya bekerja sama dengan pihak yang menyerang Jokowi.

"Dan saat ini posisi PDI Perjuangan mendukung Pak Jokowi sehingga tidak mungkin juga kita bekerja sama dengan Pak Jokowi, dan pada saat bersamaan ada pihak-pihak yang terus menyerang pemerintahan Pak Jokowi dan kemudian dilakukan suatu penggalangan," jelasnya.

"Kan kita juga harus melihat kepemimpinan Pak Jokowi sebagai konsistensi sikap PDI Perjuangan. Jadi selain perbedaan ideologi, kami menghormati posisi PKS yang berada di luar pemerintahan tetapi unjuk bekerja sama dengan PKS ditinjau dari aspek ideologi, aspek historis, ada hal yang memang berbeda," imbuhnya.

Hasto juga menjelaskan alasan partainya tidak bisa bekerja sama dengan Partai Demokrat. Hasto menilai ada pebedaan sistem pemerintahan pada masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Sedangkan kalau dengan Demokrat kan bukan hanya berkaitan dengan aspek-aspek historis. Itu kita bisa lakukan proses rasionalisasi atas masa lalu dengan melihat kepentingan masa depan. Tetapi ketika apa yang dilakukan pemerintahan Bapak SBY selama 2 periode, apakah itu juga sesuai dengan yang dijanjikan kepada rakyat?" katanya.

--/break

"Dan dalam disertasi saya juga menunjukkan ada perbedaan fundamental di dalam garis kebijakan politik luar negeri politik pertahanan yang digariskan dari zaman Bung Karno, zaman Bu Mega, dengan zaman Pak SBY," sambungnya.

Hasto kemudian menyebut peristiwa yang terjadi pada saat pemerintahan SBY. Menurutnya, peristiwa itu menjadi catatan kritis masyarakat.

"Berbagai ketegangan terkait dengan radikalisme intoleransi. Zaman Pak SBY, TVRI itu bisa dipakai oleh kelompok yang antikebinekaan. Ini kan menjadi catatan kritis dari masyarakat Indonesia untuk melihat pemimpin, untuk melihat platformnya bukan melihat pencitraannya. Belum persoalan terkait dengan orang muda yang tidak tumbuh berkembang," jelasnya.

Hasto mengatakan bahwa dalam politik kerja sama harus melihat ideologi platform kesejarahan. Hasto mengatakan bahwa PDIP tidak mentolerir adanya intoleransi radikalisme.

"Di dalam politik kerja sama itu penting. Tetapi kerja sama juga harus melihat ideologi platform kesejarahan. Sehingga partai punya sikap. Tetapi di luar perbedaan, ketika menyangkut kepentingan bangsa dan negara, PDIP mengedepankan kepentingan bangsa dan negara di atas segalanya," kata dia.

"Jadi sikap PDI Perjuangan ketika bersentuhan dengan persoalan bangsa dan negara, persatuan itu dikedepankan untuk membela bangsa dan negara. Tetapi terkait dengan kontestasi pemilu, hal yang rasional apabila ada perbedaan ideologi, perbedaan platform, perbedaan skala prioritas sebagai contoh urusan prinsip kebangsaan kami tidak mentolerir adanya intoleransi radikalisme," pungkasnya.



sumber: www.jitunews.com